Namaku Mi, umurku 15 tahun, cinta bukanlah hal yang biasa bagiku. pacarku, Reii, orangnya perhatian, jujur saja, aku tak habis pikir dia menyatakan perasaan kepadaku kemarin, karena dipikiranku, seumur hidup aku takkan mempunyai pengalaman berpacaran, ataupun menikah, dia membuatku berpikir ulang, aku merasa dia membuatku berpikir bahwa orang sepertiku juga bisa merasakan cinta.
Saatnya masuk sekolah, aku membereskan rambutku dan seragamku yang berantakan, aku ingin berganti penampilan, dulu aku yang cuek pada penampilan, mungkin sekarang aku lebih merapihkan segala-galanya. Kulihat Reii berada di gerbang sekolah, saking gembiranya, aku langsung berlari menujunya dan cepat-cepat menyapanya, dia melihatku, tersenyum lalu tertawa. Tawa nya manis sekali, suaranya menggelitik telingaku. Kami berjalan menuju kelas.
Kelas kami berbeda, aku 2-1 sedangkan Reii 2-4. Setelah aku sampai ke depan kelasku, aku melambaikan tangan kepadanya, dia melambaikan tangannya juga. Aku duduk dikursiku, aku tetap senyum-senyum sendiri. Kulihat punggung nya di balik jendela. Aku mulai merasa gelisah, yang kulihat, ada beberapa orang disampingnya, para penggemarnya yang mayoritas kakak kelas, dia tertawa bersama mereka.
Bel pulang pun berdering, aku bergegas membereskan mejaku dan berangkat ke kelas Reii, kulihat dia sedang menyerahkan fotokopian kepada guru. Dia melihatku, seperti biasa, dia tersenyum manis kepadaku. ekspresinya berbeda sekali saat dia bersama senior-senior itu, ah.. mungkin aku terlalu khawatir.
Aku mulai menanyakan nomor telepon Reii, dia bilang dia tidak suka SMS atau teleponan, HP yang sedang kuraih-raih pun kumasukan kembali ke tas. Aku mulai kehabisan kata-kata, dia juga sama sekali tidak bicara, aku dan dia hanya menatap jalanan yang bewarna coklat ke hitam-hitaman. Aku melihat ada teman-teman Reii yang menghampiri kami, Reii langsung mengangkat wajah nya dan merespon teman-temannya, Reii kembali tertawa, padahal daritadi dia sama sekali tidak menunjukkan ekspresi apapun, saat ini Reii lebih segar dan bersemangat, dibandingkan saat kami berdua tadi.
Sudah seminggu, dia sangat sibuk dengan kegiatan klub nya, tak ada kabar, jika dia berpapasan denganku, dia hanya tersenyum dan melanjutkan langkah kaki nya yang sangat cepat. Aku mulai khawatir.
Saat ini, Reii memanggilku ke kantin, dia memberiku tiket taman bermain, aku senang sekali, ini ajakan kencan. Pulang dari sekolah aku langsung pergi membeli baju dan alat make-up, aku juga mencari tips-tips untuk orang yang berkencan, lalu aku belajar membuat bento sendiri, bahagianya.
Sehari sebelum kencan, aku menghampiri kelas Reii dengan muka berseri-seri, kutanya kapan, dimana, jam berapa kita akan bertemu, sekali lagi, dia bilang kalau lomba bulu tangkis akan mulai satu minggu lagi, dia harus latihan. latihan, latihan.. kutanya sekali lagi, apakah kencan ini batal? dia bilang, maaf.
Setiap kita bertemu, ekspresinya sangat gelisah. Aku merasa, hubungan kami tak akan bertahan lama.
Aku sering melihat dia bersama kakak kelas, kadang mukanya marah, bahagia, sedih, bosan, berteriak, tertawa, mengejek, banyak sekali.
Kupanggil dia, sekali lagi, di tempat dimana dia menyatakan cinta kepadaku. ini adalah keputusanku, aku memutuskan hubungan ku dengan Reii, dia hanya memasang muka sangat kaget dan menyesal, tapi dia tak menyangkal nya, tapi, tetap saja, dia memasang raut wajah seperti ingin menangis. Dia menundukkan kepala, kuangkat wajahnya, aku tau ini keputusan terbaik, kami tersenyum dengan mata sembab.
Aku berjalan menuruni tangga, menginggalkan Reii dengan wajah tersenyum. setiap anak tangga yang kuturuni, semakin banyak tetesan air mata dari mataku. kucoba untuk tersenyum, ku usap-usap mataku dengan tissu, ini keputusanku, ini adalah ekspresi cinta terbesar yang dapat kuberikan kepadanya.
It's Better
By : Choconaluw
End.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar