Mask of My Life

0 komentar

Kamis, 14 Februari 2013

"Heii! kumpulkan tugas nya disini!" Seruku, semuanya tetap asyik mengobrol, aku langsung menunduk dan pergi dari meja guru. "Nocchi!" Seruku, melihat temanku Nocchi menjatuhkan pensilnya, "Ini!" aku langsung menaruhnya kembali ke atas mejanya, dia hanya diam saja, walaupun tadi, aku bilang dia temanku, dia tak pernah mengobrol denganku. ..Kh.. .
Aku kesal, tak ada yang memperhatikan ku. Aku selalu berada di pojok kelas, ah iya, aku ketua kelas di kelasku. Semua murid disini membebani ku dengan tugas-tugas mereka! tak ada yang mau membantuku, padahal aku sudah berbuat semaksimal mungkin untuk mereka! aku benar-benar benci mereka.

"Terimakasih Uta!" kata guru dan menaruh tugas-tugas itu di rak, "Sama-sama pak, saya permisi" BLAM! IKHHH! Semua pekerjaan mereka harus aku yang kerjakan? mereka itu benar-benar menyusahkan! aku berharap mereka lenyap!
Ah, aku belum memberitahu namaku? namaku Uta, kalian bisa lihat kan? aku ini bermuka seribu. Aku sangat pandai dalam mengubah sifatku, menjadi feminim, baik, judes, tegas, keibuan, dan sebagainya. Aku ini palsu, semua orang tak tahu bagaimana sifat asliku.
"Uta-chan! Terimakasih~ aku dengar loh, katanya kamu yang membuatkan tugas untuk sekelas ya?kamu pasti kewalahan, maaf ya" seru Minako, "Aihh, tidak masalah kok! Ini kan kewajiban ku sebagai ketua kelas!" Aku langsung melebarkan mulutku, membuat senyuman semanis mungkin.

"Uta-chan benar-benar bisa diandalkan ya!" 
"Hei, Uta itu benar-benar mempunyai sikap yang bijaksana ya! aku suka!" 
"Eh.. Uta.." 
"..."

Kata-kata itu membuatku muak.
Aku benar-benar tak bisa menunjukan sikap asliku, sikap egois, ingin di manja, pembenci, orang yang benar-benar menjengkelkan. Jujur saja, orang yang pernah melihat aku tanpa "topeng", hanyalah Nodako, cowok pendiam yang ada di kelasku.
Hari ini, aku datang ke kelasku yang suram. Kulihat vas bunga kesayangan wali kelas pecah. Aku berjalan tak peduli menuju bangku ku. Kulihat seseorang melambaikan tangan kepadaku, refleks aku ikut melambaikan tangan sambil tersenyum manis. "Kyaaa! Siapa yang memecahkan vas?!" seru wali kelasku yang tiba-tiba datang, semua terdiam, tak ada yang mau mengaku.
"Uta?! Uta yang memecahkan?!" seru wali kelasku, "B-Bukan aku!" Aku menggeleng-gelengkan kepala, "Kalau begitu siapa?!" wali kelasku menatap tajam seluruh murid.

"Padahal Uta ketua murid, harusnya tanggung jawab dong! psttt..-"
"Iya tuh! pssttt.. kecewa nih sama ketua murid kayak gitu!"
"..."
".."

Hari ini, topeng di wajahku pecah, hancur lebur. Topeng yang selalu dibanggakan teman-temanku, dihancurkan oleh mereka. "KATA SIAPA AKU YANG SALAH?................................." Aku terus mengoceh tanpa henti, memaki-maki seluruh teman sekelasku. Semua kekesalanku tumpah begitu saja.

Aku berlari menuju tempat dimana aku selalu menangis disana. Di bawah pohon tua, disana sangat terlindung, bahkan cahaya matahari yang begitu menyilaukan tak dapat menembus kegelapan di bawah pohon ini.

Aku menangis tanpa henti disana, sampai terisak-isak.

Mataku merah, pipi ku basah, mukaku panas.

Tiba-tiba ada yang menarik lenganku, "N-N-Nodacchi?" Aku bergetar, mungkin akhirnya aku tak akan punya teman lagi. "..Saatnya kamu keluar dari tempat terlindung ini kan? Kamu baru saja melakukan sesuatu yang hebat." Kata-kata itu membuatku terdiam, kaget.

"..H..Hah..?"
"Kali ini jangan takut, memperlihatkan sifat aslimu."
! Terlewatkah olehku? Saat itu, yang sebetulnya menghindar siapa? aku..?
Aku yang menutupi kekuranganku, aku yang merasa selalu terpojokkan, aku yang merasa selalu di kucilkan. Sebetulnya, akulah yang mengucilkan mereka, aku yang memojokkan mereka, aku tak peduli kepada mereka. Sedangkan, aku ingin mereka memperhatikanku dengan baik, padahal aku.. aku yang mengacuhkan mereka.

Nodacchi menarik ku bangkit, dari tempat "Terlindung" ini. Dari kegelapan, dia mengangkatku kembali ke Dunia terang.



Mask of My Life

By : Choconaluw

End.

It's Better

0 komentar

Rabu, 13 Februari 2013

Namaku Mi, umurku 15 tahun, cinta bukanlah hal yang biasa bagiku. pacarku, Reii, orangnya perhatian, jujur saja, aku tak habis pikir dia menyatakan perasaan kepadaku kemarin, karena dipikiranku, seumur hidup aku takkan mempunyai pengalaman berpacaran, ataupun menikah, dia membuatku berpikir ulang, aku merasa dia membuatku berpikir bahwa orang sepertiku juga bisa merasakan cinta.
Saatnya masuk sekolah, aku membereskan rambutku dan seragamku yang berantakan, aku ingin berganti penampilan, dulu aku yang cuek pada penampilan, mungkin sekarang aku lebih merapihkan segala-galanya. Kulihat Reii berada di gerbang sekolah, saking gembiranya, aku langsung berlari menujunya dan cepat-cepat menyapanya, dia melihatku, tersenyum lalu tertawa. Tawa nya manis sekali, suaranya menggelitik telingaku. Kami berjalan menuju kelas.
Kelas kami berbeda, aku 2-1 sedangkan Reii 2-4. Setelah aku sampai ke depan kelasku, aku melambaikan tangan kepadanya, dia melambaikan tangannya juga. Aku duduk dikursiku, aku tetap senyum-senyum sendiri. Kulihat punggung nya di balik jendela. Aku mulai merasa gelisah, yang kulihat, ada beberapa orang disampingnya, para penggemarnya yang mayoritas kakak kelas, dia tertawa bersama mereka.
Bel pulang pun berdering, aku bergegas membereskan mejaku dan berangkat ke kelas Reii, kulihat dia sedang menyerahkan fotokopian kepada guru. Dia melihatku, seperti biasa, dia tersenyum manis kepadaku. ekspresinya berbeda sekali saat dia bersama senior-senior itu, ah.. mungkin aku terlalu khawatir.
Aku mulai menanyakan nomor telepon Reii, dia bilang dia tidak suka SMS atau teleponan, HP yang sedang kuraih-raih pun kumasukan kembali ke tas. Aku mulai kehabisan kata-kata, dia juga sama sekali tidak bicara, aku dan dia hanya menatap jalanan yang bewarna coklat ke hitam-hitaman. Aku melihat ada teman-teman Reii yang menghampiri kami, Reii langsung mengangkat wajah nya dan merespon teman-temannya, Reii kembali tertawa, padahal daritadi dia sama sekali tidak menunjukkan ekspresi apapun, saat ini Reii lebih segar dan bersemangat, dibandingkan saat kami berdua tadi.
Sudah seminggu, dia sangat sibuk dengan kegiatan klub nya, tak ada kabar, jika dia berpapasan denganku, dia hanya tersenyum dan melanjutkan langkah kaki nya yang sangat cepat. Aku mulai khawatir.
Saat ini, Reii memanggilku ke kantin, dia memberiku tiket taman bermain, aku senang sekali, ini ajakan kencan. Pulang dari sekolah aku langsung pergi membeli baju dan alat make-up, aku juga mencari tips-tips untuk orang yang berkencan, lalu aku belajar membuat bento sendiri, bahagianya.
Sehari sebelum kencan, aku menghampiri kelas Reii dengan muka berseri-seri, kutanya kapan, dimana, jam berapa kita akan bertemu, sekali lagi, dia bilang kalau lomba bulu tangkis akan mulai satu minggu lagi, dia harus latihan. latihan, latihan.. kutanya sekali lagi, apakah kencan ini batal? dia bilang, maaf.
Setiap kita bertemu, ekspresinya sangat gelisah. Aku merasa, hubungan kami tak akan bertahan lama.
Aku sering melihat dia bersama kakak kelas, kadang mukanya marah, bahagia, sedih, bosan, berteriak, tertawa, mengejek, banyak sekali.
Kupanggil dia, sekali lagi, di tempat dimana dia menyatakan cinta kepadaku. ini adalah keputusanku, aku memutuskan hubungan ku dengan Reii, dia hanya memasang muka sangat kaget dan menyesal, tapi dia tak menyangkal nya, tapi, tetap saja, dia memasang raut wajah seperti ingin menangis. Dia menundukkan kepala, kuangkat wajahnya, aku tau ini keputusan terbaik, kami tersenyum dengan mata sembab.
Aku berjalan menuruni tangga, menginggalkan Reii dengan wajah tersenyum. setiap anak tangga yang kuturuni, semakin banyak tetesan air mata dari mataku. kucoba untuk tersenyum, ku usap-usap mataku dengan tissu, ini keputusanku, ini adalah ekspresi cinta terbesar yang dapat kuberikan kepadanya.



It's Better

By : Choconaluw


End.